Pulang Dalam Pertanyaan

 



Sore itu, kami memulai perbincangan dengan serius dan semu. Mungkin karena pertanyaanku yang sedikit aneh dan tak nyata untuk menjadi percakapan.


“Temanku, bagaimana cara aku menemukan kebenaran yang sesungguhnya? Apa jangan-jangan kesesatan merasuki kebenaran, atau malah kebenaran tersesat sehingga tak bisa aku temukan?” kutanyakan uraian kegelisahan ini kepada temanku, berharap aku bisa sedikit menyalakan lilin yang ada di hati.


Alih-alih menjawab dengan serius, temanku tersenyum dengan kepala yang sedikit tertunduk.


“Kawan, kau bertanya tentang kebenaran dan kesesatan ini untuk apa? Waktu lalu aku bertemu dengan saudara kandungku, aku bertanya hal serupa kepadanya. Lantas, apa yang dikatakannya? Apakah ini bisa berguna untuk hari esok?

Kau tak salah, kawanku, untuk mencari kebenaran dan kesesatan yang kau dambakan. Tapi setelah kau dapati jawabannya, apa yang akan kau lakukan? Itu akan menjadi pertanyaan berikutnya. Sampai-sampai kepalamu penuh dengan segala pertanyaan, tapi tak bisa memuaskan hasratmu.

Jangan sampai pertanyaan kegelisahanmu itu hanya hadir untuk memvalidasi dirimu. Jangan sampai pertanyaan keresahanmu itu hanya ada untuk membenarkan apa yang kamu lakukan.

Sesungguhnya, yang aku yakini, semua akan kembali kepada-Nya. Mungkin saja, kunci jawaban yang selama ini kamu cari ada pada-Nya. Tapi kau malah bertanya padaku? Sudah jelas kau harus apa, kawanku.”


Dalam pemikiran awamku, ini tak menjawab kegundahan hati. Tapi ini adalah pemantik yang diberikan oleh temanku. Aku yang masih bernapas ini sadar hanya bersembunyi di balik pencarian, memegang senjata pertanyaan tanpa bisa mengeluarkan peluru untuk menghujani tubuhku dengan jawaban.


Sosok mengerikan yang dulu aku takutkan saat kecil, sekarang ada di dalam diriku.


Mungkin saja, jika kebesaran dan kekuasaan-Nya mengetuk hati ini dengan cahaya kebijaksanaan, segala kegelapan di hati akan hilang, menjadi cahaya hangat yang mengepul ke seluruh tubuhku.

Sekarang atau nanti, aku masih berharap pada jiwa dan tubuhku untuk segera menyudahi pencarian ini. Karena Yang Maha Besar sudah menanti aku untuk datang kepada-Nya.


Sungguh hinanya diriku, ya Tuhan.

Posting Komentar

0 Komentar