Padanan Dapur

 


Akhirnya, keharusan yang melelahkan hari ini telah selesai.

Keharusan memang terkadang membawa pikiran-pikiran lain yang sedikit mengganggu jiwa.


Seperti keharusanku yang selalu memikirkanmu.


Setelah aku meletakkan lap yang menggantung ini kembali ke tempat semula, atau membersihkan noda-noda yang ada di meja, saat itu pula aku semakin jatuh padamu.


Seharusnya, apakah aku menatap bayangmu?


Padahal, belum tentu aku menjadi bagian dari keharusanmu itu.

Dan jika iya, gembira aku seketika.

Hati yang sering melepuh terkena panas kompor, atau tangan yang sering membeku saat menyentuh kulkas—

Luluh lantah dibuat olehmu.

Tulisan yang anomali ini, jika dibaca siapa pun yang pernah berada di posisi ini, mungkin akan berkata,

Hey, mungkin aku pernah ada di posisi itu.”

Tapi tak apa. Biarkan garis waktu yang menentukan.


Pada akhirnya, ini akan kuabadikan dalam sebuah guratan tangan.

---

Kompor menyala sedari tadi,

hanya aku dan bayanganmu yang ada di sini.

Bahkan spatula tahu:

di sana ada rasa yang tengah dibumbui.


Mungkin waktunya belum mendidih sempurna,

mungkin juga semua masih di kulkas, menunggu reda.

Tapi aku tetap di dapur ini—

menjaga panas, agar suatu hari kau datang dan berkata:

“Aku lapar, dan rupanya sejak dulu kamu yang kucari.”

---

Posting Komentar

0 Komentar