Kereta Kebenaran

 


Pagi yang cerah ini, ku langkahkan kaki penuh khidmat, siap menghadapi keruhnya dunia ini. Dengan semangat, aku siap dihadapkan tanah yang akan runtuh.


Apakah aku akan selamat?


Muncul pertanyaan itu di dalam benakku saat keluar dari pintu rumah.


Ya sudahlah, aku tidak akan tahu kalau tidak mencobanya.


Bergegas aku keluar dari—sebagian orang menyebutnya—zona aman, zona nyaman, atau zona-zona apa pun sebutannya.


Apakah aku bisa kembali?


Muncul kembali bisikan akal yang mendampingiku sepanjang langkah menuju jalan besar.


Ya sudahlah, nanti juga ada jalan pulangnya.


Kuputuskan, dari semua kendaraan yang ada, aku lebih memilih kereta. Barangkali bisa menjawab.

Tepat sebelum surya ada di atap stasiun, aku tiba di pengalaman yang mungkin belum aku saksikan.

Kereta-kereta lain berlalu lalang, tapi tak satupun yang menyapaku. Tak lama kemudian, lalu datang ia, kereta yang membawa pelat nama dari besi usang: Kereta Kebenaran.

Aku bergegas masuk, duduk, dan memegang pulpen serta secarik kertas yang sudah aku siapkan sebelumnya. Berharap ini bisa memenuhi tubuh ini.


---

Masinis Kereta Kebenaran


Ia datang dari jauh sekali

Aku tertawa melihatnya, siapa tahu itu aku

Menaiki sebuah kereta yang melaju cepat,

tanpa tahu tujuan akhirnya—

adalah kebenaran semu


Rongga-rongga relnya sedikit terbuka

Terguncang sedikit, hancurlah ia

Aku masih tertawa, siapa tahu itu aku

Wahai Masinis Kereta Kebenaran,

bawa aku ke sini dan ke sana

Semoga selamat dalam perjalanan logika

---

Aku masih di kursi itu. Kereta terus melaju. Entah menuju mana, yang kutahu hanya satu: aku masih ingin tahu.

Posting Komentar

0 Komentar