Curahan hati yang terinspirasi dari tulisan “Aku, Saya, dan Hamba” pada buku Terjemah Rasa karya Dr. Fahruddin Faiz.
Ternyata aku, saya, dan hamba bisa menunjukkan diri dan hubungan. Kata aku kelak ditunjukkan untuk memajemukkan diri; kebanggaan diri kita, kehebatan diri kita.
Bukankah ini sekadar ego?
Kata saya ada di hadapan kerendahan diri, menabur kedamaian saat bersungkawa dengan orang lain. Memandang diri kita bukan ada untuk melangkahi, tapi berjalan dengan keselarasan.
Bukankah ini sekadar hati yang rendah?
Kata hamba tunduk pada keagungan Sang Pencipta. Memahami kebesaran dan kemuliaan Sang Ilahi. Sadar akan sebab; aku, saya bisa ada karena adanya Tuhan. Ini kepercayaan bahwa Ia adalah Sang Maha Besar.
Kenalilah diri kita sesuai apa yang sering kita gunakan, sebelum jauh menapaki jalan ini. Mengetahui siapa diri kita bukanlah hal yang sia-sia.
Mungkin kita bukan aku, saya, dan hamba. Kita adalah ketiganya yang berproses menuju makna.
0 Komentar